A. PENGERTIAN TASAWUF
Tasawuf secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk menyucikan jiwa
sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga kehadiran-Nya
senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan. Ibn al-Khaldun pernah
menyatakan bahwa tasawuf para sahabat bukanlah pola ketasawufan yang
menghendaki kasyf al-hijab (penyingkapan tabir antara Tuhan dengan makhluk)
atau hal-hal sejenisnya yang diburu oleh para sufi di masa belakangan. Corak
sufisme yang mereka tunjukkan adalah ittiba’ dan iqtida’ (kesetiaan meneladani)
perilaku hidup Nabi. Islam sekalipun mengajarkan tentang ketakwaan, qana’ah,
keutamaan akhlak dan juga keadilan, tetapi sama sekali tidak pernah mengajarkan
hidup kerahiban, pertapaan atau uzlah sebagaimana akrab dalam tradisi
mistisisme agama-agama lainnya.
Ada berbagai pengertian mengenai tasawuf diantaranya yaitu:
a. Secara Etimologi (Bahasa)
1. Berasal dari kata Ahl Al-Shuffah Yaitu sebutan bagi orang - orang yang pda
zaman Rasulullah SAW. hidup di sebuah gubuk yang dibangun oleh Rasulullah SAW.
di sekitar Masjid Madinah, mereka ikut nabi saat hijrah dari Mekah ke Madinah.
Karena hijrah dengan meninggalkan harta benda mereka, mereka hidup miskin dan
papa, pada akhirnya mereka bertawakal (berserah diri) dan mengabdikan hidupnya
untuk beribadah kepada Allah SWT. Mereka tinggal di sekitar masjid nabi dan
tidur diatas bangku yang terbuat dari batu dan pelana yang disebut suffah
sebagai bantalnya. Kata sofa dalam bahasa Eropa berasal dari kata suffah.
Mereka Ahl Al-Suffah berhati dan berakhlak mulia walaupun miskin, itu merupakan
sebagian dari sifat - sifat sifat kaum sufi.
2. Berasal dari kata Shafa’ (suci bersih) Yaitu sekelompok orang yang
menyucikan hati dan jiwanya karena Allah. Sufi berarti orang - orang yang hati
dan jiwanya suci bersih dan disinari cahaya hikmah, tauhid, dan kesatuan dengan
Allah SWT.
3. Berasal dari kata shuf (pakaian dari bulu domba atau wol)
Mereka di sebut sufi karena memakai kain yang terbuat dari bulu domba. Pakaian
yang terbuat dari bulu domba menjadi pakaian khas kaum sufi, bulu domba atau
wol saat itu bukanlah wol lembut seperti sekarang melainkan wol yang sangat
kasar, itulah lambang dari kesederhanaan pada saat itu. Berbeda dengan orang
kaya saat itu yang memakai kain sutra. Mereka hidup sederhana dan miskin tetapi
berhati mulia, saat awal suluk (perjalanan menuju Allah dalam agama), mereka
hidup sangat wara’ (menjaga diri dari berbuat dosa dan maksiat).
4. Berasal dari wazan “tafa”ala” dalam ilmu tashrif bahasa arab yaitu “tafa”ala
- yatafa”alu - tafa”ulan”, kata tasawuf berarti berasal dari
mauzun “tashawwafa - yatashawwafu - tashawwufan”.
Menurut pengertian bahasa arab:
5. Tasawuf merupakan singkatan dari huruf ta` (taubah), shad (shafa`), wawu
(wilayah), fa` (fana`) yang nantinya akan dibahas pada babnya masing - masing.
b. Secara Teminologi
1) Menurut Al - Juroiri berpendapat tentang tasawuf: “Memasuki kedalam akhlak
yang bersifat sunni dan keluar dari akhlak (Budi Pekerti) yang rendah.”
2) Menurut Al – Junaidi “Tasawuf membersihkan hati dari apa yang mengganggu
perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal
(instink) kita, memadamkan sifat - sifat kelemahan kita sebagai manusia,
menjauhi segala seruan dari hawa nafsu, mendekatti sifat - sifat kerohanian,
dan bergantung pada ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih
kekal, menaburkan nasihat kepada umat manusia, memegang janji dengan Allah
dalam hal hakikat dan mengikuti contoh rasulullah dalam hal syariat.
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang di-hubungkan para
ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Nasution, misalnya menyebutkan lima
istilah yang ber-dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah), (orang yang
nindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), saf (baris-sufi (suci), sophos
(bahasa Yunani: hikmat), dan suf (kain Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja
dihubungkan dengan wuf. Kata ahl al-suffah (orang yang ikut pindah dengan Nabi
Mekkah ke Madinah) misalnya menggambarkan keadaan yang rela mencurahkan jiwa
raganya, harta benda dan lain-lainya hanya untuk Allah.
Dari segi Linguistik (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawuf
adalah sikap mental yang selalu memelihara cian diri, beribadah, hidup
sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap
jiwa yang demikian pada hakikatnya adalah akhlak yang mIlmu Tasawuf adalah ilmu
yang membahas secara karakteristik sifat dan sikap manusia baik yang terpuji
maupun yang tercela. Di sini terkandung maksud agar manusia mampu membersihkan
hati dan jiwanya sebagai tujuan utama pengamalan ilmu tasawuf dan pintu gerbang
memasuki alam shufiyah. Dengan cara ini akan mudah bagi manusia menghiasi
jiwanya dengan sifat-sifat yang mulia ber-taqarrub dan ber-musyahadah dengan
Allah SWT.
Hukum mempelajari ilmu tasawuf, melihat peranannya bagi jiwa manusia, adalah
wajib ‘ain bagi setiap mukallaf. Sebab apabila mempelajari semua hal yang akan
memperbaiki dan memperbagus lahiriyah menjadi wajib, maka demikian juga halnya
mempelajari semua ilmu yang akan memperbaiki dan memperbagus batiniyah manusia.
Karena fungsi ilmu tasawuf adalah untuk mensucikan batin agar dalam
ber-musyahadah kepada Allah semakin kuat, maka kedudukan ilmu tasawuf diantara
ajaran Islam merupakan induk dari semua ilmu. Hubungan tasawuf dengan aspek
batin manusia, adalah seperti hubungan Fiqh dengan aspek lahiriyah manusia.
Para ulama penegak pilar-pilar yang menjadi sandaran ilmu tasawuf telah
menciptakan istilah-istilah untuk memudahkan jalan bagi mereka yang ingin
menapak ilmu tasawuf yang sesuai dengan kedudukannya sebagai pembersih dan
pensuci hati dan jiwa.
Adapun tasawuf yang berkembang pada masa berikutnya sebagai suatu aliran
(mazhab), maka sejauh hal itu tidak bertentangan dengan Islam dapat dikatakan
positif (ijabi). Tetapi apabila telah keluar dari prinsip-prinsip keislaman
maka tasawuf tersebut menjadi mazhab yang negatif (salbi). Tasawuf ijabi
mempunyai dua corak: (1) tasawuf salafi, yakni yang membatasi diri pada
dalil-dalil naqli atau atsar dengan menekankan pendekatan interpretasi
tekstual; (2) tasawuf sunni, yakni yang sudah memasukkan penalaran-penalaran
rasional ke dalam konstruk pemahaman dan pengamalannya. Perbedaan mendasar
antara tasawuf salafi dengan tasawuf sunni terletak pada takwil. Salafi menolak
adanya takwil, sementara sunni menerima takwil rasional sejauh masih berada
dalam kerangka syari’ah. Sedangkan tasawuf salbi atau disebut juga tasawuf
falsafi adalah tasawuf yang telah terpengaruh secara jauh oleh faham
gnostisisme Timur maupun Barat.
Lahirnya tasawuf didorong oleh beberapa faktor:
1. Reaksi atas kecenderungan hidup hedonis yang mengumbar syahwat
2. Perkembangan teologi yang cenderung mengedepankan rasio dan kering dari
aspek moral-spiritual,
3. Katalisator yang sejuk dari realitas umat yang secara politis maupun
teologis didominasi oleh nalar kekerasan. Karena itu sebagian ulama memilih
menarik diri dari pergulatan kepentingan yang mengatasnamakan agama dengan
praktek-praktek yang berlumuran darah. Menurut Hamka, kehidupan sufistik
sebenarnya lahir bersama dengan lahirnya Islam itu sendiri.
Unsur-unsur masuknya tasawuf yaitu :
1. Unsur Islam
Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah atau
jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang
bersifat batiniah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini
mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, al-Qur’an dan
al-Sunnah serta praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Al-Qur’an antara
lain berbicara tentang kemungkinan manusia dengan Tuhan dapat saling mencintai
(mahabbah) (Lihat QS. al-Maidah, 5: 54); perintah agar manusia senantiasa
bertaubah, membersihkan diri memohon ampunan kepada Allah (Lihat QS. Tahrim,
8), petunjuk bahwa manusia akan senantiasa bertemu dengan Tuhan di manapun
mereka berada. (Lihat QS. al-Baqarah, 2:110), Tuhan dapat memberikan cahaya
kepada orang yang dikehendakinya (Lihat QS. al-Nur, 35). Selanjutnya al-Qur’an
mengingatkan manusia agar dalam hidupnya tidak diperbudak oleh kehidupan dunia
dan harta benda (Lihat QS. al-Hadid, al-Fathir, 5), dan senantiasa bersikap
sabar dalam menjalani pendekatan diri kepada Allah SWT. (Lihat QS. Ali Imran,
3).
2. Unsur Luar Islam
Dalam berbagai literatur yang ditulis para orientalis Barat sering dijumpai
uraian yang menjelaskan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh adanya unsur agama
masehi, unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia. Hal ini secara
akademik bisa saja diterima, namun secara akidah perlu kehati-hatian. Para
orientalis Barat menyimpulkan bahwa adanya unsur luar Islam masuk ke dalam
tasawuf itu disebabkan karena secara historis agama-agama tersebut telah ada
sebelum Islam, bahkan banyak dikenal oleh masyarakat Arab yang kemudian masuk
Islam. Akan tetapi kita dapat mengatakan bahwa boleh saja orang Arab
terpengaruh oleh agama-agama tersebut, namun tidak secara otomatis mempengaruhi
kehidupan tasawuf, karena para penyusun ilmu tasawuf atau orang yang kelak
menjadi sufi itu bukan berasal dari mereka itu.
Dengan demikian adanya unsur luar Islam yang mempengaruhi tasawuf Islam itu
merupakan masalah akademik bukan masalah akidah Islamiah. Karenanya boleh
diterima dengan sikap yang sangat kritis dan obyektif. Kita mengakui bahwa
Islam sebagai agama universal yang dapat bersentuhan dengan berbagai lingkungan
sosial. Dengan sangat selektif Islam bisa beresonansi dengan berbagai unsur
ajaran sufistik yang terdapat dalam berbagai ajaran tersebut. Dalam hubungan
ini maka Islam termasuk ajaran tasawufnya dapat bersentuhan atau memiliki
kemiripan dengan ajaran tasawuf yang berasal dari luar Islam itu.
3. Unsur Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa
dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat
bahwa tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada zaman
Jahiliyah. Hal ini diperkuat pula oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap
fakir dalam Islam adalah merupakan cabang dari agama Nasrani. Selanjutnya
Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi sebagai
lambang kesederhanaan hidup adalah merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh
para pendeta. Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf itu
berasal dari agama Nasrani, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa aliran
tasawuf berasal dari agama Nasrani.
4. Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia di mana
perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayyah dan puncaknya pada Daulah
Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi
pola berpikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau
pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam taraf amaliah
(akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani ini maka uraian-uraian tentang tasawuf
itu pun telah berubah menjadi tasawuf filsafat. Hal ini dapat dilihat dari
pikiran al-Farabi’, al-Kindi, Ibn Sina terutama dalam uraian mereka tentang
filsafat jiwa. Demikian juga pada uraian-uraian tasawuf dari Abu Yazid,
al-Hallaj, Ibn Arabi, Suhrawardi dan lain-lain sebagainya.
5. Unsur Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya hubungan
seperti sikap fakir, darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa ada persamaan antara
cara ibadah dan mujahadah tasawuf dengan Hindu. Kemudian pula paham reinkamasil
(perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain), cara kelepasan dari dunia
versi Hindu/Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.
Salah satu maqomat Sufiah al-Fana tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang
Nirwana dalam agama Hindu. Goffiq Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan
antara koh Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi
6. Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama yaitu
hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Akan
tetapi belum ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohanj
Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab
masuk ke Persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini. Namun
barangkali ada persamaan antara istilah zuhd di Arab dengan zuhd menurut agama
Manu Mazdaq dan hakikat Muhammad menyerupai paham (Tuhan kebaikan) dalam agama
Zarathustra.
B. Munculnya Tasawuf
Menurut al-Dzahabi, istilah sufi mulai dikenal pada abad ke-2 Hijriyah,
tepatnya tahun 150 H. Orang pertama yang dianggap memperkenalkan istilah ini
kepada dunia Islam adalah Abu Hasyim al-Sufi atau akrab disebut juga Abu Hasyim
al-Kufi. Tetapi pendapat lain menyebutkan bahwa tasawuf baru muncul di dunia
Islam pada awal abad ke-3 hijriyah yang dipelopori oleh al-Kurkhi, seorang
masihi asal Persia. Tokoh ini mengembangkan pemikiran bahwa cinta (mahabbah)
kepada Allah adalah sesuatu yang tidak diperoleh melalui belajar, melainkan
karena faktor pemberian (mauhibah) dan keutamaan dari-Nya. Beberapa tokoh
lainnya yang muncul pada periode ini adalah al-Suqti (w.253 H), al-Muhasibi (w.
243 H) dan Dzunnun al-Hasri (w. 245 H).
Tasawuf kemudian semakin berkembang dan meluas ke penjuru dunia Islam pada abad
ke-4 H dengan sistem ajaran yang semakin mapan. Belakangan, al-Ghazali
menegaskan tasawuf atau hubbullah (cinta kepada Allah) sebagai keilmuan yang
memiliki kekhasan tersendiri di samping filsafat dan ilmu kalam. Pada abad ke-4
dan ke-5 hijriyah inilah konflik pemikiran terjadi antara kaum sufi dan para
fuqaha’. Umumnya, kaum sufi dengan berbagai tradisi dan disiplin spiritual yang
dikembangkannya dipandang oleh para fuqaha’ sebagai kafir, zindiq dan
menyelisihi aturan-aturan syari’at. Konflik ini terus berlanjut pada abad berikutnya,
terlebih lagi ketika corak falsafi masuk dalam tradisi keilmuan tasawuf dengan
tokoh-tokohnya seperti Ibn al-’Arabi dan Ibn al-Faridl pada abad ke-7 H.
Realitas inilah yang kemudian menimbulkan pembedaan dua corak dalam dunia
tasawuf, yaitu antara tasawuf ‘amali (praktis) dan tasawuf nazari (teoritis).
Tasawuf praktis atau yang disebut juga tasawuf sunni atau akhlaki merupakan
bentuk tasawuf yang memagari diri dengan al-Qur’an dan al-Hadith secara ketat
dengan penekanan pada aspek amalan dan mengaitkan antara ahwal dan maqamat.
Sedangkan tasawuf teoritis atau juga disebut tasawuf falsafi cenderung
menekankan pada aspek pemikiran metafisik dengan memadukan antara filsafat
dengan ketasawufan.
Di antara tokoh yang dianggap sebagai pembela tasawuf sunni adalah al-Haris
al-Muhasibi (w. 243H/858 M), al-Junaid (w. 298/911), al-Kalabadzi (385/995),
Abu Talib al-Makki (386/996), Abu al-Qasim Ab al-Karim al-Qusyaeri (465/1073),
dan alGhazali (505/1112). Sedangkan tokoh yang sering disebut sebagai penganut
tasawuf falsafi adalah Abu Yazid al-Bustami (261/875), al-Hallaj (309/992),
al-Hamadani (525/1131), al-Suhrawardi al-Maqtul (587/1191) dengan puncaknya
pada era Ibn ‘Arabi.
Diprediksi bahwa kemunculan pemikiran tasawuf adalah sebagai reaksi terhadap
kemewahan hidup dan ketidakpastian nilai. Tetapi secara umum tasawuf pada masa
awal perkembangannya mengacu pada tiga alur pemikiran:
1) Gagasan tentang kesalehan yang menunjukkan keengganan terhadap kehidupan
urban dan kemewahan;
2) Masuknya gnostisisme Helenisme yang mendukung corak kehidupan pertapaan
daripada aktif di masyarakat; dan
3) Masuknya pengaruh Buddhisme yang juga memberi penghormatan pada sikap
anti-dunia dan sarat dengan kehidupan asketisme.
Terdapat 3 sasaran antara dari tasawuf:
1) Pembinaan aspek moral;
2) Ma’rifatullah melalui metode kasyf al-hijab; dan
3) Bahasan tentang sistem pengenalan dan hubungan kedekatan antara Tuhan dan
makhluk. Dekat dalam hal ini dapat berarti: merasakan kehadiran-Nya dalam hati,
berjumpa dan berdialog dengan-Nya, ataupun penyatuan makhluk dalam iradah
Tuhan.
Dari segi sejarah, sufisme sebenarnya dapat dibaca dalam 2 tingkat:
1) Sufisme sebagai semangat atau jiwa yang hidup dalam dinamika masyarakat
muslim;
2) Sufisme yang tampak melekat bersama masyarakat melalui bentuk-bentuk
kelembagaan termasuk tokoh-tokohnya. Menyaksikan fenomena kemewahan tersebut
muncul reaksi dari beberapa sahabat seperti Abu Dzar al-Ghifari, Sa’id bin
Zubair, ‘Abd Allah bin ‘Umar sebagai bentuk “protes” dari perilaku hedonistic
yang menguat pada masa kekuasaan Umayyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar