Senin, 02 April 2012

Tasawwuf


A. PENGERTIAN TASAWUF
Tasawuf secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk menyucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga kehadiran-Nya senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan. Ibn al-Khaldun pernah menyatakan bahwa tasawuf para sahabat bukanlah pola ketasawufan yang menghendaki kasyf al-hijab (penyingkapan tabir antara Tuhan dengan makhluk) atau hal-hal sejenisnya yang diburu oleh para sufi di masa belakangan. Corak sufisme yang mereka tunjukkan adalah ittiba’ dan iqtida’ (kesetiaan meneladani) perilaku hidup Nabi. Islam sekalipun mengajarkan tentang ketakwaan, qana’ah, keutamaan akhlak dan juga keadilan, tetapi sama sekali tidak pernah mengajarkan hidup kerahiban, pertapaan atau uzlah sebagaimana akrab dalam tradisi mistisisme agama-agama lainnya.
Ada berbagai pengertian mengenai tasawuf diantaranya yaitu:
a. Secara Etimologi (Bahasa)
1. Berasal dari kata Ahl Al-Shuffah Yaitu sebutan bagi orang - orang yang pda zaman Rasulullah SAW. hidup di sebuah gubuk yang dibangun oleh Rasulullah SAW. di sekitar Masjid Madinah, mereka ikut nabi saat hijrah dari Mekah ke Madinah. Karena hijrah dengan meninggalkan harta benda mereka, mereka hidup miskin dan papa, pada akhirnya mereka bertawakal (berserah diri) dan mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT. Mereka tinggal di sekitar masjid nabi dan tidur diatas bangku yang terbuat dari batu dan pelana yang disebut suffah sebagai bantalnya. Kata sofa dalam bahasa Eropa berasal dari kata suffah. Mereka Ahl Al-Suffah berhati dan berakhlak mulia walaupun miskin, itu merupakan sebagian dari sifat - sifat sifat kaum sufi.
2. Berasal dari kata Shafa’ (suci bersih) Yaitu sekelompok orang yang menyucikan hati dan jiwanya karena Allah. Sufi berarti orang - orang yang hati dan jiwanya suci bersih dan disinari cahaya hikmah, tauhid, dan kesatuan dengan Allah SWT.
3. Berasal dari kata shuf (pakaian dari bulu domba atau wol)
Mereka di sebut sufi karena memakai kain yang terbuat dari bulu domba. Pakaian yang terbuat dari bulu domba menjadi pakaian khas kaum sufi, bulu domba atau wol saat itu bukanlah wol lembut seperti sekarang melainkan wol yang sangat kasar, itulah lambang dari kesederhanaan pada saat itu. Berbeda dengan orang kaya saat itu yang memakai kain sutra. Mereka hidup sederhana dan miskin tetapi berhati mulia, saat awal suluk (perjalanan menuju Allah dalam agama), mereka hidup sangat wara’ (menjaga diri dari berbuat dosa dan maksiat).
4. Berasal dari wazan “tafa”ala” dalam ilmu tashrif bahasa arab yaitu “tafa”ala - yatafa”alu - tafa”ulan”, kata tasawuf berarti berasal dari
mauzun “tashawwafa - yatashawwafu - tashawwufan”.
Menurut pengertian bahasa arab:
5. Tasawuf merupakan singkatan dari huruf ta` (taubah), shad (shafa`), wawu (wilayah), fa` (fana`) yang nantinya akan dibahas pada babnya masing - masing.
b. Secara Teminologi
1) Menurut Al - Juroiri berpendapat tentang tasawuf: “Memasuki kedalam akhlak yang bersifat sunni dan keluar dari akhlak (Budi Pekerti) yang rendah.”
2) Menurut Al – Junaidi “Tasawuf membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (instink) kita, memadamkan sifat - sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan dari hawa nafsu, mendekatti sifat - sifat kerohanian, dan bergantung pada ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada umat manusia, memegang janji dengan Allah dalam hal hakikat dan mengikuti contoh rasulullah dalam hal syariat.
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang di-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Nasution, misalnya menyebutkan lima istilah yang ber-dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah), (orang yang nindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), saf (baris-sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat), dan suf (kain Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja dihubungkan dengan wuf. Kata ahl al-suffah (orang yang ikut pindah dengan Nabi Mekkah ke Madinah) misalnya menggambarkan keadaan yang rela mencurahkan jiwa raganya, harta benda dan lain-lainya hanya untuk Allah.
Dari segi Linguistik (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara cian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian pada hakikatnya adalah akhlak yang mIlmu Tasawuf adalah ilmu yang membahas secara karakteristik sifat dan sikap manusia baik yang terpuji maupun yang tercela. Di sini terkandung maksud agar manusia mampu membersihkan hati dan jiwanya sebagai tujuan utama pengamalan ilmu tasawuf dan pintu gerbang memasuki alam shufiyah. Dengan cara ini akan mudah bagi manusia menghiasi jiwanya dengan sifat-sifat yang mulia ber-taqarrub dan ber-musyahadah dengan Allah SWT.
Hukum mempelajari ilmu tasawuf, melihat peranannya bagi jiwa manusia, adalah wajib ‘ain bagi setiap mukallaf. Sebab apabila mempelajari semua hal yang akan memperbaiki dan memperbagus lahiriyah menjadi wajib, maka demikian juga halnya mempelajari semua ilmu yang akan memperbaiki dan memperbagus batiniyah manusia.
Karena fungsi ilmu tasawuf adalah untuk mensucikan batin agar dalam ber-musyahadah kepada Allah semakin kuat, maka kedudukan ilmu tasawuf diantara ajaran Islam merupakan induk dari semua ilmu. Hubungan tasawuf dengan aspek batin manusia, adalah seperti hubungan Fiqh dengan aspek lahiriyah manusia. Para ulama penegak pilar-pilar yang menjadi sandaran ilmu tasawuf telah menciptakan istilah-istilah untuk memudahkan jalan bagi mereka yang ingin menapak ilmu tasawuf yang sesuai dengan kedudukannya sebagai pembersih dan pensuci hati dan jiwa.
Adapun tasawuf yang berkembang pada masa berikutnya sebagai suatu aliran (mazhab), maka sejauh hal itu tidak bertentangan dengan Islam dapat dikatakan positif (ijabi). Tetapi apabila telah keluar dari prinsip-prinsip keislaman maka tasawuf tersebut menjadi mazhab yang negatif (salbi). Tasawuf ijabi mempunyai dua corak: (1) tasawuf salafi, yakni yang membatasi diri pada dalil-dalil naqli atau atsar dengan menekankan pendekatan interpretasi tekstual; (2) tasawuf sunni, yakni yang sudah memasukkan penalaran-penalaran rasional ke dalam konstruk pemahaman dan pengamalannya. Perbedaan mendasar antara tasawuf salafi dengan tasawuf sunni terletak pada takwil. Salafi menolak adanya takwil, sementara sunni menerima takwil rasional sejauh masih berada dalam kerangka syari’ah. Sedangkan tasawuf salbi atau disebut juga tasawuf falsafi adalah tasawuf yang telah terpengaruh secara jauh oleh faham gnostisisme Timur maupun Barat.
Lahirnya tasawuf didorong oleh beberapa faktor:
1. Reaksi atas kecenderungan hidup hedonis yang mengumbar syahwat
2. Perkembangan teologi yang cenderung mengedepankan rasio dan kering dari aspek moral-spiritual,
3. Katalisator yang sejuk dari realitas umat yang secara politis maupun teologis didominasi oleh nalar kekerasan. Karena itu sebagian ulama memilih menarik diri dari pergulatan kepentingan yang mengatasnamakan agama dengan praktek-praktek yang berlumuran darah. Menurut Hamka, kehidupan sufistik sebenarnya lahir bersama dengan lahirnya Islam itu sendiri.
Unsur-unsur masuknya tasawuf yaitu :
1. Unsur Islam
Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah atau jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang bersifat batiniah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, al-Qur’an dan al-Sunnah serta praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Al-Qur’an antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia dengan Tuhan dapat saling mencintai (mahabbah) (Lihat QS. al-Maidah, 5: 54); perintah agar manusia senantiasa bertaubah, membersihkan diri memohon ampunan kepada Allah (Lihat QS. Tahrim, 8), petunjuk bahwa manusia akan senantiasa bertemu dengan Tuhan di manapun mereka berada. (Lihat QS. al-Baqarah, 2:110), Tuhan dapat memberikan cahaya kepada orang yang dikehendakinya (Lihat QS. al-Nur, 35). Selanjutnya al-Qur’an mengingatkan manusia agar dalam hidupnya tidak diperbudak oleh kehidupan dunia dan harta benda (Lihat QS. al-Hadid, al-Fathir, 5), dan senantiasa bersikap sabar dalam menjalani pendekatan diri kepada Allah SWT. (Lihat QS. Ali Imran, 3).
2. Unsur Luar Islam
Dalam berbagai literatur yang ditulis para orientalis Barat sering dijumpai uraian yang menjelaskan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh adanya unsur agama masehi, unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia. Hal ini secara akademik bisa saja diterima, namun secara akidah perlu kehati-hatian. Para orientalis Barat menyimpulkan bahwa adanya unsur luar Islam masuk ke dalam tasawuf itu disebabkan karena secara historis agama-agama tersebut telah ada sebelum Islam, bahkan banyak dikenal oleh masyarakat Arab yang kemudian masuk Islam. Akan tetapi kita dapat mengatakan bahwa boleh saja orang Arab terpengaruh oleh agama-agama tersebut, namun tidak secara otomatis mempengaruhi kehidupan tasawuf, karena para penyusun ilmu tasawuf atau orang yang kelak menjadi sufi itu bukan berasal dari mereka itu.
Dengan demikian adanya unsur luar Islam yang mempengaruhi tasawuf Islam itu merupakan masalah akademik bukan masalah akidah Islamiah. Karenanya boleh diterima dengan sikap yang sangat kritis dan obyektif. Kita mengakui bahwa Islam sebagai agama universal yang dapat bersentuhan dengan berbagai lingkungan sosial. Dengan sangat selektif Islam bisa beresonansi dengan berbagai unsur ajaran sufistik yang terdapat dalam berbagai ajaran tersebut. Dalam hubungan ini maka Islam termasuk ajaran tasawufnya dapat bersentuhan atau memiliki kemiripan dengan ajaran tasawuf yang berasal dari luar Islam itu.
3. Unsur Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada zaman Jahiliyah. Hal ini diperkuat pula oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap fakir dalam Islam adalah merupakan cabang dari agama Nasrani. Selanjutnya Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi sebagai lambang kesederhanaan hidup adalah merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh para pendeta. Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf itu berasal dari agama Nasrani, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa aliran tasawuf berasal dari agama Nasrani.
4. Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia di mana perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayyah dan puncaknya pada Daulah Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi pola berpikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani ini maka uraian-uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf filsafat. Hal ini dapat dilihat dari pikiran al-Farabi’, al-Kindi, Ibn Sina terutama dalam uraian mereka tentang filsafat jiwa. Demikian juga pada uraian-uraian tasawuf dari Abu Yazid, al-Hallaj, Ibn Arabi, Suhrawardi dan lain-lain sebagainya. 
5. Unsur Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap fakir, darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan mujahadah tasawuf dengan Hindu. Kemudian pula paham reinkamasil (perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain), cara kelepasan dari dunia versi Hindu/Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.
Salah satu maqomat Sufiah al-Fana tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang Nirwana dalam agama Hindu. Goffiq Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara koh Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi
6. Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Akan tetapi belum ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohanj Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini. Namun barangkali ada persamaan antara istilah zuhd di Arab dengan zuhd menurut agama Manu Mazdaq dan hakikat Muhammad menyerupai paham (Tuhan kebaikan) dalam agama Zarathustra.
B. Munculnya Tasawuf
Menurut al-Dzahabi, istilah sufi mulai dikenal pada abad ke-2 Hijriyah, tepatnya tahun 150 H. Orang pertama yang dianggap memperkenalkan istilah ini kepada dunia Islam adalah Abu Hasyim al-Sufi atau akrab disebut juga Abu Hasyim al-Kufi. Tetapi pendapat lain menyebutkan bahwa tasawuf baru muncul di dunia Islam pada awal abad ke-3 hijriyah yang dipelopori oleh al-Kurkhi, seorang masihi asal Persia. Tokoh ini mengembangkan pemikiran bahwa cinta (mahabbah) kepada Allah adalah sesuatu yang tidak diperoleh melalui belajar, melainkan karena faktor pemberian (mauhibah) dan keutamaan dari-Nya. Beberapa tokoh lainnya yang muncul pada periode ini adalah al-Suqti (w.253 H), al-Muhasibi (w. 243 H) dan Dzunnun al-Hasri (w. 245 H).
Tasawuf kemudian semakin berkembang dan meluas ke penjuru dunia Islam pada abad ke-4 H dengan sistem ajaran yang semakin mapan. Belakangan, al-Ghazali menegaskan tasawuf atau hubbullah (cinta kepada Allah) sebagai keilmuan yang memiliki kekhasan tersendiri di samping filsafat dan ilmu kalam. Pada abad ke-4 dan ke-5 hijriyah inilah konflik pemikiran terjadi antara kaum sufi dan para fuqaha’. Umumnya, kaum sufi dengan berbagai tradisi dan disiplin spiritual yang dikembangkannya dipandang oleh para fuqaha’ sebagai kafir, zindiq dan menyelisihi aturan-aturan syari’at. Konflik ini terus berlanjut pada abad berikutnya, terlebih lagi ketika corak falsafi masuk dalam tradisi keilmuan tasawuf dengan tokoh-tokohnya seperti Ibn al-’Arabi dan Ibn al-Faridl pada abad ke-7 H. Realitas inilah yang kemudian menimbulkan pembedaan dua corak dalam dunia tasawuf, yaitu antara tasawuf ‘amali (praktis) dan tasawuf nazari (teoritis). Tasawuf praktis atau yang disebut juga tasawuf sunni atau akhlaki merupakan bentuk tasawuf yang memagari diri dengan al-Qur’an dan al-Hadith secara ketat dengan penekanan pada aspek amalan dan mengaitkan antara ahwal dan maqamat. Sedangkan tasawuf teoritis atau juga disebut tasawuf falsafi cenderung menekankan pada aspek pemikiran metafisik dengan memadukan antara filsafat dengan ketasawufan.
Di antara tokoh yang dianggap sebagai pembela tasawuf sunni adalah al-Haris al-Muhasibi (w. 243H/858 M), al-Junaid (w. 298/911), al-Kalabadzi (385/995), Abu Talib al-Makki (386/996), Abu al-Qasim Ab al-Karim al-Qusyaeri (465/1073), dan alGhazali (505/1112). Sedangkan tokoh yang sering disebut sebagai penganut tasawuf falsafi adalah Abu Yazid al-Bustami (261/875), al-Hallaj (309/992), al-Hamadani (525/1131), al-Suhrawardi al-Maqtul (587/1191) dengan puncaknya pada era Ibn ‘Arabi.
Diprediksi bahwa kemunculan pemikiran tasawuf adalah sebagai reaksi terhadap kemewahan hidup dan ketidakpastian nilai. Tetapi secara umum tasawuf pada masa awal perkembangannya mengacu pada tiga alur pemikiran:
1) Gagasan tentang kesalehan yang menunjukkan keengganan terhadap kehidupan urban dan kemewahan;
2) Masuknya gnostisisme Helenisme yang mendukung corak kehidupan pertapaan daripada aktif di masyarakat; dan
3) Masuknya pengaruh Buddhisme yang juga memberi penghormatan pada sikap anti-dunia dan sarat dengan kehidupan asketisme.
Terdapat 3 sasaran antara dari tasawuf:
1) Pembinaan aspek moral;
2) Ma’rifatullah melalui metode kasyf al-hijab; dan
3) Bahasan tentang sistem pengenalan dan hubungan kedekatan antara Tuhan dan makhluk. Dekat dalam hal ini dapat berarti: merasakan kehadiran-Nya dalam hati, berjumpa dan berdialog dengan-Nya, ataupun penyatuan makhluk dalam iradah Tuhan.
Dari segi sejarah, sufisme sebenarnya dapat dibaca dalam 2 tingkat:
1) Sufisme sebagai semangat atau jiwa yang hidup dalam dinamika masyarakat muslim;
2) Sufisme yang tampak melekat bersama masyarakat melalui bentuk-bentuk kelembagaan termasuk tokoh-tokohnya. Menyaksikan fenomena kemewahan tersebut muncul reaksi dari beberapa sahabat seperti Abu Dzar al-Ghifari, Sa’id bin Zubair, ‘Abd Allah bin ‘Umar sebagai bentuk “protes” dari perilaku hedonistic yang menguat pada masa kekuasaan Umayyah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar