Urgensi
Penerapan Pendidikan Agama Terhadap Anak dalam Keluarga Pendidikan agama
merupakan pendidikan dasar yang harus diberikan kepada anak sejak dini ketika
masih muda. Hal tersebut mengingat bahwa pribadi anak pada usia kanak-kanak
masih muda untuk dibentuk dan anak didik masih banyak berada di bawah pengaruh
lingkungan rumah tangga. Mengingat arti strategis lembaga keluarga tersebut,
maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar itu harus dimulai dari
rumah tangga oleh orang tua
Pendidikan
agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus mendapat
perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anaknya. Pendidikan agama dan
spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang
bersifat naluri yang ada pada kanak-kanak. Demikian pula, memberikan kepada
anak bekal pengetahuan agama dan nilai-nilai budaya Islam yang sesuai dengan
umurnya sehingga dapat menolongnya kepada pengembangan sikap agama yang betul
Inti
pendidikan agama sesungguhnya adalah penanaman iman kedalam jiwa anak didik,
dan untuk pelaksanaan hal itu secara maksimal hanya dapat dilaksanakan dalam
rumah tangga. Harun Nasution menyebutkan bahwa pendidikan agama, dalam arti
pendidikan dasar dan konsep Islam adalah pendidikan moral. Pendidikan budi
pekerti luhur yang berdasarkan agama inilah yang harus dimulai oleh ibu-bapak
di lingkungan rumah tangga. Disinilah harus dimulai pembinaan
kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam diri anak didik. Lingkungan rumah tanggalah
yang dapat membina pendidikan ini, karena anak yang berusia muda dan kecil itu
lebih banyak berada di lingkungan rumah tangga daripada di luar (Harun
Nasution, 1995)
Tugas lingkungan rumah dalam hal pendidikan
moral itu penting sekali, bukan hanya karena usia kecil dan muda anak didik
serta besarnya pengaruh rumah tangga, tetapi karena pendidikan moral dalam
sistem pendidikan kita pada umumnya belum mendapatkan tempat yang sewajarnya.
Pendidikan formal di Indonesia masih lebih banyak mengambil bentuk pengisian
otak anak didik dalam pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan untuk masa
depannya, sehingga penanaman nilai-nilai moral belum menjadi skala prioritas.
Oleh sebab itu, tugas ini lebih banyak dibebankan pada keluarga atau rumah
tangga. Jika rumah tangga tidak menjalankan tugas tersebut sebagaimana
mestinya, maka moral dalam masyarakat kita akan menghadapi krisis.
Dari
segi kegunaan, pendidikan agama dalam rumah tangga berfungsi sebagai berikut:
pertama, penanaman nilai dalam arti pandangan hidup yang kelak mewarnai
perkembangan jasmani dan akalnya, kedua, penanaman sikap yang kelak menjadi
basis dalam menghargai guru dan pengetahuan di sekolah (Ahmad Tafsir, 1994).
Bagaimanapun
sederhananya pendidikan agama yang diberikan di rumah, itu akan berguna bagi
anak dalam memberi nilai pada teori-teori pengetahuan yang kelak akan
diterimanya di sekolah. Inilah tujuan atau kegunaan pertama pendidikan agama
dalam rumah tangga.
Oleh karena itu, peranan pendidikan (khususnya
pendidikan agama) memainkan peranan pokok yang sepatutnya dijalankan oleh
setiap keluarga terhadap anggota-anggotanya. Lembaga-lembaga lain dalam
masyarakat, seperti lembaga politik, ekonomi dan lain-lain, tidak dapat
memegang dan menggantikan peranan ini. Lembaga-lembaga lain mungkin dapat
membantu keluarga dalam tindakan pendidikan, akan tetapi tidak berarti dapat
menggantikannya, kecuali dalam keadaan-keadaan luar biasa (Hasan Langgulung,
1995).
Barangkali ada orang yang sering berbicara
tentang pendidikan sementara pandangannya tertuju secara khusus kepada sekolah.
Pendidikan lebih luas dari sekedar sekolah. Memang sekolah merupakan suatu
lembaga yang mengkhususkan diri untuk kegiatan pendidikan, namun tidak
dipungkiri bahwa sekolah menerima anak setelah anak ini melalui berbagai pengalaman
dan memperoleh banyak pola tingkah laku dan keterampilan dalam rumah tangga.
Dalam kehidupan masyarakat primitif, keluarga
menjalankan proses pengembangan sosial anak dengan memperkenalkan berbagai
keterampilan, kebiasaan dan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kehidupan
komunitas. Karena kehidupan masyarakat primitif masih sederhana, baik dalam
anasir-anasir maupun isinya, maka pola-pola pendidikannya pun masih sangat
sederhana. Sejalan dengan perkembangan sejarah dan kompleknya kehidupan, terjadi
perubahan besar terhadap masyarakat. Implikasinya, anak-anak mengalami
kesulitan untuk belajar dengan sekedar meniru. Demikian pula, orang tua sudah
mengalami kesulitan untuk tetap tinggal bercengkrama bersama anak-anaknya
sepanjang hari. Dari situ muncul kebutuhan akan suatu lembaga khusus yang
membantu keluarga dalam mendidik anak-anak dan memelihara kelangsungan hidup
komunitas (Hery Nur Aly, 2000).
Demikianlah, keluarga pernah dan masih tetap
merupakan tempat pendidikan pertama, tempat anak berinteraksi dan menerima
kehidupan emosional. Individu dewasa ini menghadapi arus informasi dan budaya
modern yang mesti disikapi. Kesalahan utama yang dilakukan budaya modern yang
berpijak pada budaya barat adalah lahirnya pandangan bahwa segala yang
bersumber dari barat diserap dan dianggap sebagai ciri kemodernan (Akbar S
Ashmed, 1993). Akibatnya, penyerapan secara membabi buta terhadap cara pandang
seperti itu menyebabkan generasi-generasi muda (remaja) terjerumus ke dalam
berbagai bentuk penyimpangan dan kenakalan yang tidak dapat ditolerir secara
agamis.
Persoalan kenakalan remaja yang sering menjadi
buah bibir dan bahan diskusi berbagai kalangan merupakan salah satu tema yang
merupakan implikasi dari salah kaprah terhadap makna modernitas. Berkumpulnya
remaja-remaja yang menyebabkan terganggunya orang-orang yang ada di
sekelilingnya, tindakan-tindakan seperti minum minuman keras, menelan obat-obat
terlarang, pemuasan nafsu seksual, dan bentuk-bentuk kejahatan lainnya,
sebagaian besar merupakan akibat dari kesalahan pemaknaan tersebut. Di samping
itu, egoisme pribadi yang mengakibatkan pelecehan terhadap hak-hak orang lain
menandai dunia yang semakin maju.
Bekal pendidikan agama yang diperoleh anak
dari lingkungan keluarga akan memberinya kemampuan untuk mengambil haluan di
tengah-tengah kemajuan yang demikian pesat. Keluarga muslim merupakan
keluarga-keluarga yang mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam
mendidik generasi-generasinya untuk mampu terhindar dari berbagai bentuk
tindakan yang menyimpang. Oleh sebab itu, perbaikan pola pendidikan anak dalam
keluarga merupakan sebuah keharusan dan membutuhkan perhatian yang serius.
Suatu kenyataan yang dapat dipastikan bahwa
masa remaja adalah masa yang penuh dengan kegoncangan, di samping itu disadari
pula bahwa remaja mempunyai potensi yang sangat besar. Oleh karena itu, remaja
sangat memerlukan pembinaan. Agamalah yang dapat membantu mereka dalam
mengatasi dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan yang belum pernah mereka
kenal sebelumnya yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai agama yang
dianut oleh para orang tua atau lingkungan tempat mereka hidup. Ajaran agama
Islam berintikan keyakinan (aqidah), ibadah, syariah dan akhlak yang sangat
membantu dalam mengatasi kehidupan remaja yang serba kompleks (Abd. Rahman
Getteng, 1997).
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa tujuan
utama dari pendidikan dalam keluarga adalah penanaman iman dan moral terhadap
diri anak. Untuk pencapaian tujuan tersebut maka keluarga itu sendiri dituntut
untuk memiliki pola pembinaan terencana terhadap anak. Di antara pola pembinaan
terstruktur tersebut: (1) memberi suri tauladan yang baik bagi anak-anak dalam
berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama dan akhlak yang mulia; (2)
menyediakan bagi anak-anak peluang-peluang dan suasana praktis di mana mereka
mempraktekkan akhlak yang mulia yang diterima dari orang tuanya; (3) memberi
tanggung jawab yang sesuai kepada anak-anak supaya mereka merasa bebas memilih
dalam tindak-tanduknya; (4) menunjukkan bahwa keluarga selalu mengawasi mereka
dengan sadar dan bijaksana dalam sikap dan tingkah laku kehidupan sehari-hari
mereka; (5) menjaga mereka dari pergaulan teman-teman yang menyeleweng dan
tempat-tempat yang dapat menimbulkan kerusakan moral.
Pembinaan anak secara terencana seperti yang
disebutkan di atas, akan memudahkan orang tua untuk mancapai keberhasilan
pendidikan yang diharapkan.
Implikasi Penerapan Pendidikan Agama dalam
Keluarga bagi Pembentukan Kepribadian Anak Pembentukan kepribadian anak sangat
erat kaitannya dengan pembinaan iman dan akhlak. Secara umum para pakar
kejiwaan berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu mekanisme yang
mengendalikan dan mengarahkan sikap dan perilaku seseorang. Kepribadian
terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserap dalam pertumbuhannya,
terutama pada tahun-tahun pertama dari umurnya. Apabila nilai-nilai agama
banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, tingkah laku orang
tersebut akan diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Di sinilah
letak pentingnya pengalaman dan pendidikan agama pada masa-masa pertumbuhan dan
perkembangan seseorang. Oleh sebab itu, keterlibatan orang tua (baca: keluarga)
dalam penanaman nilai-nilai dasar keagamaan bagi anak semakin diperlukan
(Zakiah Darajat, 1993).
Dalam kaitannya dengan pendidikan anak dalam
keluarga, dapat memberikan implikasi-implikasi sebagai berikut:
(1) Anak
memiliki pengetahuan dasar-dasar keagamaan.
Kenyataan membuktikan bahwa anak-anak yang
semasa kecilnya terbiasa dengan kehidupan keagamaan dalam keluarga, akan
memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan kepribadian anak pada
fase-fase selanjutnya. Oleh karena itu, sejak dini anak seharusnya dibiasakan
dalam praktek-praktek ibadah dalam rumah tangga seperti ikut shalat jamaah
bersama dengan orang tua atau ikut serta ke mesjid untuk menjalankan ibadah,
mendengarkan khutbah atau ceramah-ceramah keagamaan dan kegiatan religius
lainnya. Hal ini sangat penting, sebab anak yang tidak terbiasa dalam
keluarganya dengan pengetahuan dan praktek-praktek keagamaan maka setelah
dewasa mereka tidak memiliki perhatian terhadap kehidupan keagamaan (Hasbullah,
1999).
Pengetahuan agama dan spiritual termasuk
bidang-bidang pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga
terhadap anak-anaknya. Pengetahuan agama sangat berarti dalam membangkitkan
kekuatan dan kesediaan spritual yang bersifat naluri yang ada pada anak melalui
bimbingan agama dan pengalaman ajaran–ajaran agama dan pengamalan ajaran–ajaran
agama yang disesuaikan dengan tingkatan usianya, sehingga dapat menolong untuk
mendapatkan dasar pengetahuan agama yang berimplikasi pada lahirnya kesadaran
bagi anak tersebut untuk menjalankan ajaran agama secara baik dan benar (Hasan
langgulung, 1995).
Keluarga memegang peranan penting dalam
meletakkan pengetahuan dasar keagaman kepada anak–anaknya. Untuk melaksanakan
hal itu, terdapat cara–cara praktis yang harus digunakan untuk menemukan
semangat keagamaan pada diri anak, yaitu : (a) memberikan teladan yang baik
kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang teguh kepada
ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu, (b)
membiasakan mereka melaksanakan syiar-syiar agama semenjak kecil sehingga
pelaksanaan itu menjadi kebiasaaan yang mendarah daging, dan mereka melakukannya
dengan kemauan sendiri dan merasa tentram sebab mereka melaksanakannya, (c)
menyiapkan suasana agama dan spritual yang sesuai di rumah di mana mereka
berada, (d) membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang berguna dan
memikirkan ciptaan-ciptaan Allah dan makhlu-makhluk-nya untuk menjadi bukti
kehalusan sistem ciptaan itu dan atas wujud dan keagungan-nya, (e)
menggaklakkan mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama dan
kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya dalam berbagai macam bentuk dan cara (Ibid,
1992).
Dirumah, ayah dan ibu mengajarkan dan
menanamkan dasar-dasar keagamaan kepada anak-anaknya, termasuk di dalamnya
dasar-dasar kehidupan bernegara, berprilaku yang baik dan hubungan-hubungan
sosial lainnya. Dengan demikian, sejak dini anak-anak dapat merasakan betapa
pentingnya nilai-nilai keagamaan dalam pembentukan kepribadian. Latihan-latihan
keagamaan hendaknya dilakukan sedemikian rupa sehingga menumbuhkan perasaan
aman dan memiliki rasa iman dan takwa kepada sang pencipta.
Apabila latihan-latihan keagamaan diterapkan
pada waktu anak masih kecil dalam keluarga dengan cara yang kaku atau tidak
benar, maka ketika menginjak usia dewasa nanti akan cenderung kurang peduli
terhadap agama atau kurang merasakan pentingnya agama bagi dirinya. Sebaliknya,
semakin banyak si anak mendapatkan latihan-latihan keagamaan sewaktu kecil,
maka pada saat ia dewasa akan semakin marasakan kebutuhannya kepada agama
(Zakiah Darajat, 1996)
Menurut Umar Hasyim, mempelajari agama di
rumah adalah pendidikan yang penting dan akan terasa amat terkesan dan mendalam
bagi penghayatan agama oleh keluarga, terutama dalam pembentukan kepribadian
agamis anak (Umar Hasyim, 1985).
Keluarga menjadi tempat berlangsungnya
sosialisasi yang berfungsi dalam pembentukan kepribadian sebagai makhluk
individu, makhluk sosial, makhluk susila dan makhluk keagamaan. Jika anak
mengalami atau selalu menyaksikan praktek keagamaan yang baik, teratur dan
disiplin dalam rumah tangganya, maka anak akan senang meniru dan menjadikan hal
itu sebagai adat kebiasan dalam hidupnya, sehingga akan dapat membentuknya
sebagai makhluk yang taat beragama. Dengan demikian, agama tidak hanya
dipelajari dan diketahui saja, tetapi juga dihayati dan diamalkan dengan
konsisten (Imam Barnadib, 1983).
Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang
dalam pergaulan dengan anggotanya memiliki ciri spesifik. Disini pendidikan
berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku di
dalamnya. Dasar-dasar pengalaman dapat diberikan melalui rasa kasih sayang dan
penuh kecintaan, kebutuhan akan kewibawaan dan nilai-nilai kepatuhan. Justru
karena pergaulan yang demikian itu berlangsung dalam hubungan yang bersifat
pribadi dan wajar, maka penghayatan terhadapnya mempunyai arti yang amat
penting (Zakiah Darajat, 1992).
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Abrasyiy, Muhammad ‘A-iyyah.
1996. Roh Al-Islam, diterjemahkan oleh Syamsuddin Asyrofi et al. Dengan judul
Beberapa Pemikiran Pendidikan Isla (Cetakan Pertama).Yogyakarta: Titian Ilahi
Press.
Ahmad, Khursid. 1986. Family Life in Islam, diterjemahkan oleh Soetomo dengan judul Keluarga Muslim (Cetakan Pertama). Bandung: Risalah.
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 1991 Ilmu Pendidikan (Cetakan Pertama). Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmad, Khursid. 1986. Family Life in Islam, diterjemahkan oleh Soetomo dengan judul Keluarga Muslim (Cetakan Pertama). Bandung: Risalah.
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 1991 Ilmu Pendidikan (Cetakan Pertama). Jakarta: Rineka Cipta.
ARTIKEL
AKHLAK TASAWWUF
RUMAH TANGGA TEMPAT PERTAMA DAN
PERTAMA BAGI PENDIDIKAN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
AKHLAK TASAWWUF
Dosen Pembimbing :
Drs.A.Mutohar,MM
Nim : 150 262
506
Mohammad
Munir (084094020)
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM MADIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JEMBER
2009
Hard Rock Hotel & Casino - MapYRO
BalasHapusFind out how 창원 출장안마 hard it is to stay at Hard Rock Hotel & Casino in Hard Rock, 익산 출장샵 MS. See photos, directions, reviews and 부산광역 출장안마 more 인천광역 출장마사지 for Hard Rock 경기도 출장안마 Hotel & Casino in