Senin, 02 April 2012

Rumah Tangga Tempat Pertama Dan Pertama Bagi Pendidikan


Urgensi Penerapan Pendidikan Agama Terhadap Anak dalam Keluarga Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus diberikan kepada anak sejak dini ketika masih muda. Hal tersebut mengingat bahwa pribadi anak pada usia kanak-kanak masih muda untuk dibentuk dan anak didik masih banyak berada di bawah pengaruh lingkungan rumah tangga. Mengingat arti strategis lembaga keluarga tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar itu harus dimulai dari rumah tangga oleh orang tua
Pendidikan agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anaknya. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada kanak-kanak. Demikian pula, memberikan kepada anak bekal pengetahuan agama dan nilai-nilai budaya Islam yang sesuai dengan umurnya sehingga dapat menolongnya kepada pengembangan sikap agama yang betul
Inti pendidikan agama sesungguhnya adalah penanaman iman kedalam jiwa anak didik, dan untuk pelaksanaan hal itu secara maksimal hanya dapat dilaksanakan dalam rumah tangga. Harun Nasution menyebutkan bahwa pendidikan agama, dalam arti pendidikan dasar dan konsep Islam adalah pendidikan moral. Pendidikan budi pekerti luhur yang berdasarkan agama inilah yang harus dimulai oleh ibu-bapak di lingkungan rumah tangga. Disinilah harus dimulai pembinaan kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam diri anak didik. Lingkungan rumah tanggalah yang dapat membina pendidikan ini, karena anak yang berusia muda dan kecil itu lebih banyak berada di lingkungan rumah tangga daripada di luar (Harun Nasution, 1995)
 Tugas lingkungan rumah dalam hal pendidikan moral itu penting sekali, bukan hanya karena usia kecil dan muda anak didik serta besarnya pengaruh rumah tangga, tetapi karena pendidikan moral dalam sistem pendidikan kita pada umumnya belum mendapatkan tempat yang sewajarnya. Pendidikan formal di Indonesia masih lebih banyak mengambil bentuk pengisian otak anak didik dalam pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan untuk masa depannya, sehingga penanaman nilai-nilai moral belum menjadi skala prioritas. Oleh sebab itu, tugas ini lebih banyak dibebankan pada keluarga atau rumah tangga. Jika rumah tangga tidak menjalankan tugas tersebut sebagaimana mestinya, maka moral dalam masyarakat kita akan menghadapi krisis.
Dari segi kegunaan, pendidikan agama dalam rumah tangga berfungsi sebagai berikut: pertama, penanaman nilai dalam arti pandangan hidup yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan akalnya, kedua, penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan pengetahuan di sekolah (Ahmad Tafsir, 1994).
Bagaimanapun sederhananya pendidikan agama yang diberikan di rumah, itu akan berguna bagi anak dalam memberi nilai pada teori-teori pengetahuan yang kelak akan diterimanya di sekolah. Inilah tujuan atau kegunaan pertama pendidikan agama dalam rumah tangga.
 Oleh karena itu, peranan pendidikan (khususnya pendidikan agama) memainkan peranan pokok yang sepatutnya dijalankan oleh setiap keluarga terhadap anggota-anggotanya. Lembaga-lembaga lain dalam masyarakat, seperti lembaga politik, ekonomi dan lain-lain, tidak dapat memegang dan menggantikan peranan ini. Lembaga-lembaga lain mungkin dapat membantu keluarga dalam tindakan pendidikan, akan tetapi tidak berarti dapat menggantikannya, kecuali dalam keadaan-keadaan luar biasa (Hasan Langgulung, 1995).
 Barangkali ada orang yang sering berbicara tentang pendidikan sementara pandangannya tertuju secara khusus kepada sekolah. Pendidikan lebih luas dari sekedar sekolah. Memang sekolah merupakan suatu lembaga yang mengkhususkan diri untuk kegiatan pendidikan, namun tidak dipungkiri bahwa sekolah menerima anak setelah anak ini melalui berbagai pengalaman dan memperoleh banyak pola tingkah laku dan keterampilan dalam rumah tangga.
 Dalam kehidupan masyarakat primitif, keluarga menjalankan proses pengembangan sosial anak dengan memperkenalkan berbagai keterampilan, kebiasaan dan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kehidupan komunitas. Karena kehidupan masyarakat primitif masih sederhana, baik dalam anasir-anasir maupun isinya, maka pola-pola pendidikannya pun masih sangat sederhana. Sejalan dengan perkembangan sejarah dan kompleknya kehidupan, terjadi perubahan besar terhadap masyarakat. Implikasinya, anak-anak mengalami kesulitan untuk belajar dengan sekedar meniru. Demikian pula, orang tua sudah mengalami kesulitan untuk tetap tinggal bercengkrama bersama anak-anaknya sepanjang hari. Dari situ muncul kebutuhan akan suatu lembaga khusus yang membantu keluarga dalam mendidik anak-anak dan memelihara kelangsungan hidup komunitas (Hery Nur Aly, 2000).
 Demikianlah, keluarga pernah dan masih tetap merupakan tempat pendidikan pertama, tempat anak berinteraksi dan menerima kehidupan emosional. Individu dewasa ini menghadapi arus informasi dan budaya modern yang mesti disikapi. Kesalahan utama yang dilakukan budaya modern yang berpijak pada budaya barat adalah lahirnya pandangan bahwa segala yang bersumber dari barat diserap dan dianggap sebagai ciri kemodernan (Akbar S Ashmed, 1993). Akibatnya, penyerapan secara membabi buta terhadap cara pandang seperti itu menyebabkan generasi-generasi muda (remaja) terjerumus ke dalam berbagai bentuk penyimpangan dan kenakalan yang tidak dapat ditolerir secara agamis.
 Persoalan kenakalan remaja yang sering menjadi buah bibir dan bahan diskusi berbagai kalangan merupakan salah satu tema yang merupakan implikasi dari salah kaprah terhadap makna modernitas. Berkumpulnya remaja-remaja yang menyebabkan terganggunya orang-orang yang ada di sekelilingnya, tindakan-tindakan seperti minum minuman keras, menelan obat-obat terlarang, pemuasan nafsu seksual, dan bentuk-bentuk kejahatan lainnya, sebagaian besar merupakan akibat dari kesalahan pemaknaan tersebut. Di samping itu, egoisme pribadi yang mengakibatkan pelecehan terhadap hak-hak orang lain menandai dunia yang semakin maju.
 Bekal pendidikan agama yang diperoleh anak dari lingkungan keluarga akan memberinya kemampuan untuk mengambil haluan di tengah-tengah kemajuan yang demikian pesat. Keluarga muslim merupakan keluarga-keluarga yang mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam mendidik generasi-generasinya untuk mampu terhindar dari berbagai bentuk tindakan yang menyimpang. Oleh sebab itu, perbaikan pola pendidikan anak dalam keluarga merupakan sebuah keharusan dan membutuhkan perhatian yang serius.
 Suatu kenyataan yang dapat dipastikan bahwa masa remaja adalah masa yang penuh dengan kegoncangan, di samping itu disadari pula bahwa remaja mempunyai potensi yang sangat besar. Oleh karena itu, remaja sangat memerlukan pembinaan. Agamalah yang dapat membantu mereka dalam mengatasi dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan yang belum pernah mereka kenal sebelumnya yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai agama yang dianut oleh para orang tua atau lingkungan tempat mereka hidup. Ajaran agama Islam berintikan keyakinan (aqidah), ibadah, syariah dan akhlak yang sangat membantu dalam mengatasi kehidupan remaja yang serba kompleks (Abd. Rahman Getteng, 1997).
 Sebagaimana telah dikemukakan bahwa tujuan utama dari pendidikan dalam keluarga adalah penanaman iman dan moral terhadap diri anak. Untuk pencapaian tujuan tersebut maka keluarga itu sendiri dituntut untuk memiliki pola pembinaan terencana terhadap anak. Di antara pola pembinaan terstruktur tersebut: (1) memberi suri tauladan yang baik bagi anak-anak dalam berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama dan akhlak yang mulia; (2) menyediakan bagi anak-anak peluang-peluang dan suasana praktis di mana mereka mempraktekkan akhlak yang mulia yang diterima dari orang tuanya; (3) memberi tanggung jawab yang sesuai kepada anak-anak supaya mereka merasa bebas memilih dalam tindak-tanduknya; (4) menunjukkan bahwa keluarga selalu mengawasi mereka dengan sadar dan bijaksana dalam sikap dan tingkah laku kehidupan sehari-hari mereka; (5) menjaga mereka dari pergaulan teman-teman yang menyeleweng dan tempat-tempat yang dapat menimbulkan kerusakan moral.
 Pembinaan anak secara terencana seperti yang disebutkan di atas, akan memudahkan orang tua untuk mancapai keberhasilan pendidikan yang diharapkan.
 Implikasi Penerapan Pendidikan Agama dalam Keluarga bagi Pembentukan Kepribadian Anak Pembentukan kepribadian anak sangat erat kaitannya dengan pembinaan iman dan akhlak. Secara umum para pakar kejiwaan berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan mengarahkan sikap dan perilaku seseorang. Kepribadian terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserap dalam pertumbuhannya, terutama pada tahun-tahun pertama dari umurnya. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, tingkah laku orang tersebut akan diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Di sinilah letak pentingnya pengalaman dan pendidikan agama pada masa-masa pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Oleh sebab itu, keterlibatan orang tua (baca: keluarga) dalam penanaman nilai-nilai dasar keagamaan bagi anak semakin diperlukan (Zakiah Darajat, 1993).
 Dalam kaitannya dengan pendidikan anak dalam keluarga, dapat memberikan implikasi-implikasi sebagai berikut:

(1) Anak memiliki pengetahuan dasar-dasar keagamaan.
 Kenyataan membuktikan bahwa anak-anak yang semasa kecilnya terbiasa dengan kehidupan keagamaan dalam keluarga, akan memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan kepribadian anak pada fase-fase selanjutnya. Oleh karena itu, sejak dini anak seharusnya dibiasakan dalam praktek-praktek ibadah dalam rumah tangga seperti ikut shalat jamaah bersama dengan orang tua atau ikut serta ke mesjid untuk menjalankan ibadah, mendengarkan khutbah atau ceramah-ceramah keagamaan dan kegiatan religius lainnya. Hal ini sangat penting, sebab anak yang tidak terbiasa dalam keluarganya dengan pengetahuan dan praktek-praktek keagamaan maka setelah dewasa mereka tidak memiliki perhatian terhadap kehidupan keagamaan (Hasbullah, 1999).
 Pengetahuan agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anaknya. Pengetahuan agama sangat berarti dalam membangkitkan kekuatan dan kesediaan spritual yang bersifat naluri yang ada pada anak melalui bimbingan agama dan pengalaman ajaran–ajaran agama dan pengamalan ajaran–ajaran agama yang disesuaikan dengan tingkatan usianya, sehingga dapat menolong untuk mendapatkan dasar pengetahuan agama yang berimplikasi pada lahirnya kesadaran bagi anak tersebut untuk menjalankan ajaran agama secara baik dan benar (Hasan langgulung, 1995).
 Keluarga memegang peranan penting dalam meletakkan pengetahuan dasar keagaman kepada anak–anaknya. Untuk melaksanakan hal itu, terdapat cara–cara praktis yang harus digunakan untuk menemukan semangat keagamaan pada diri anak, yaitu : (a) memberikan teladan yang baik kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu, (b) membiasakan mereka melaksanakan syiar-syiar agama semenjak kecil sehingga pelaksanaan itu menjadi kebiasaaan yang mendarah daging, dan mereka melakukannya dengan kemauan sendiri dan merasa tentram sebab mereka melaksanakannya, (c) menyiapkan suasana agama dan spritual yang sesuai di rumah di mana mereka berada, (d) membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang berguna dan memikirkan ciptaan-ciptaan Allah dan makhlu-makhluk-nya untuk menjadi bukti kehalusan sistem ciptaan itu dan atas wujud dan keagungan-nya, (e) menggaklakkan mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya dalam berbagai macam bentuk dan cara (Ibid, 1992).
 Dirumah, ayah dan ibu mengajarkan dan menanamkan dasar-dasar keagamaan kepada anak-anaknya, termasuk di dalamnya dasar-dasar kehidupan bernegara, berprilaku yang baik dan hubungan-hubungan sosial lainnya. Dengan demikian, sejak dini anak-anak dapat merasakan betapa pentingnya nilai-nilai keagamaan dalam pembentukan kepribadian. Latihan-latihan keagamaan hendaknya dilakukan sedemikian rupa sehingga menumbuhkan perasaan aman dan memiliki rasa iman dan takwa kepada sang pencipta.
 Apabila latihan-latihan keagamaan diterapkan pada waktu anak masih kecil dalam keluarga dengan cara yang kaku atau tidak benar, maka ketika menginjak usia dewasa nanti akan cenderung kurang peduli terhadap agama atau kurang merasakan pentingnya agama bagi dirinya. Sebaliknya, semakin banyak si anak mendapatkan latihan-latihan keagamaan sewaktu kecil, maka pada saat ia dewasa akan semakin marasakan kebutuhannya kepada agama (Zakiah Darajat, 1996)
 Menurut Umar Hasyim, mempelajari agama di rumah adalah pendidikan yang penting dan akan terasa amat terkesan dan mendalam bagi penghayatan agama oleh keluarga, terutama dalam pembentukan kepribadian agamis anak (Umar Hasyim, 1985).
 Keluarga menjadi tempat berlangsungnya sosialisasi yang berfungsi dalam pembentukan kepribadian sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila dan makhluk keagamaan. Jika anak mengalami atau selalu menyaksikan praktek keagamaan yang baik, teratur dan disiplin dalam rumah tangganya, maka anak akan senang meniru dan menjadikan hal itu sebagai adat kebiasan dalam hidupnya, sehingga akan dapat membentuknya sebagai makhluk yang taat beragama. Dengan demikian, agama tidak hanya dipelajari dan diketahui saja, tetapi juga dihayati dan diamalkan dengan konsisten (Imam Barnadib, 1983).
 Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang dalam pergaulan dengan anggotanya memiliki ciri spesifik. Disini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnya. Dasar-dasar pengalaman dapat diberikan melalui rasa kasih sayang dan penuh kecintaan, kebutuhan akan kewibawaan dan nilai-nilai kepatuhan. Justru karena pergaulan yang demikian itu berlangsung dalam hubungan yang bersifat pribadi dan wajar, maka penghayatan terhadapnya mempunyai arti yang amat penting (Zakiah Darajat, 1992).









DAFTAR PUSTAKA

Al-Abrasyiy, Muhammad ‘A-iyyah. 1996. Roh Al-Islam, diterjemahkan oleh Syamsuddin Asyrofi et al. Dengan judul Beberapa Pemikiran Pendidikan Isla (Cetakan Pertama).Yogyakarta: Titian Ilahi Press.

Ahmad, Khursid. 1986. Family Life in Islam, diterjemahkan oleh Soetomo dengan judul Keluarga Muslim (Cetakan Pertama). Bandung: Risalah.

Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 1991 Ilmu Pendidikan (Cetakan Pertama). Jakarta: Rineka Cipta.



















ARTIKEL
AKHLAK TASAWWUF
 







RUMAH TANGGA TEMPAT PERTAMA DAN PERTAMA BAGI PENDIDIKAN

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
AKHLAK TASAWWUF
 Dosen Pembimbing : Drs.A.Mutohar,MM
Nim     : 150 262 506

Mohammad Munir (084094020)

                            

JURUSAN TARBIYAH PROGRAM MADIN

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JEMBER
2009

1 komentar:

  1. Hard Rock Hotel & Casino - MapYRO
    Find out how 창원 출장안마 hard it is to stay at Hard Rock Hotel & Casino in Hard Rock, 익산 출장샵 MS. See photos, directions, reviews and 부산광역 출장안마 more 인천광역 출장마사지 for Hard Rock 경기도 출장안마 Hotel & Casino in

    BalasHapus